Rabu, 05 Februari 2014

JODOHKU

===JODOHKU===

Oleh: Meili Damiati

"Alhamdulillah... "
Hanya kalimat itu yang bisa kuucap ketika engkau mengabarkan bahwa pernikahan kita dimajukan seminggu setelah lebaran.
Awalnya keluarga besar kita sepakat untuk menggelar akad nikah kita setelah idul adha. Tapi karena beberapa pertimbangan dari keluarga besarmu, aku dan keluargapun menerima perubahan waktu dengan suka cita.
Aku sudah kenal baik denganmu. Engkau adalah salah satu ustadz yang dulu pernah mengajarku di Pondok Pesantren tempatku menimba ilmu.
Di mataku, kau adalah orang baik dan berjiwa sosial tinggi. Aku menyukai kepribadianmu.
Karena ilmumu dalam pengobatan herbal mencukupi, maka kedekatan kita terbangun ketika aku dulu sering sakit-sakitan. Mau tidak mau interaksiku denganmu berjalan, tapi dalam koridor yang aman. Waktu itupun aku tidak ada 'rasa' kepadamu. Maaf, jika aku terlalu jujur, memang waktu itu rasanya tidak mungkin jika kita akan berjodoh. Banyak perbedaan antara kita yang bisa menjadi terpautnya dua hati dalam sebuah ikatan suci.
Hanya sebuah pengakuan dalam hati bahwa memang engkau adalah orang yang baik dan bertanggungjawab.

Engkau pasti sudah tau dari ceritaku, bahwa saat kuliah dulu, aku sempat menjalani ta'arruf beberapa bulan dengan seseorang. Kami tidak pernah bertemu muka. Hanya melalui sepucuk surat yang kami kirimkan melalui perantara. Dia seorang aktivis yang loyal dengan Islam. Karena ketika itu ia benar-benar sudah siap menikah, sementara aku harus menyelesaikan kuliah. Akhirnya proses ta'arruf kuakhiri. Meski orangnya yakin siap untuk menungguku, tapi aku tidak mau mempersempit langkahku ketika itu. Banyak pertimbangan dari orangtua yang menuntutku untuk segera menyelesaikan kuliah dulu. Apapun alasannya, proses abu-abu ini harus kuakhiri.
Kekecewaannya disampaikan padaku dalam sepucuk surat. Aku tahu, getir memang tapi bagaimanapun aku tidak boleh memaksakan diri.

Pikiranku mulai tertuju kepadamu bermula ketika Papa menanyakanmu. Ntahlah, sepertinya Papa sangat menyukai kepribadianmu. Karena memang menurutku engkau orang yang baik, akupun mulai menanyakan langsung kepadamu, apakah perhatianmu kepadaku selama ini adalah bentuk niatmu untuk menjadikanku belahan jiwamu atau tidak?
Memang waktu itu aku tak tau malu ya....Tapi jawaban pasti akan membuat langkahku tidak ragu.

Tapi ternyata engkau waktu itu sedang menjalani ta'arruf dengan seseorang.
Engkau kaget, ketika aku mengutarakan maksudku. Karena menurut keteranganmu, dulu engkau  sudah pernah bertanya padaku tentang pernikahan secara tersirat. Tapi aku menjawab akan melanjutkan S2 dulu baru menikah. Engkau merasa bahwa niatmu untuk menjadikanku tulang rusukmu yang hilang tertutup sudah oleh jawabanku. Karena memang cita-citamu ingin menikah ketika kuliah untuk menjaga dirimu dari pengaruh buruk lingkungan sekitarmu.

Ta'arrufmu dengan si wanita pun berakhir karena banyaknya ketidaksaamaan visi kalian berdua termasuk keluarga besarmu.
Saat itu aku memposisikan diri sebagai Khadijah yang berani mengungkapkan keinginan pada laki-laki yang disukai orangtuaku.
Gayung bersambut. Tapi oowwww, berhubung kita berdua dari keluarga Minang. Banyak persoalan yang kita hadapi untuk bisa menuju jenjang pernikahan.
Kakak tertuamu ketika itu belum menikah. Itu menjadi sebuah hambatan serius bagi kita.
Sebagai perempuan, memang aku yang paling getol menanyakan keseriusanmu. Karena aku benar-benar tidak suka jika niat untuk segera menikah ini digantung, untuk menunggu calon kakak iparku menikah dulu.
Sampai kapan Uda?!
Waktu itu aku hanya butuh jawaban, ya atau tidak?!

Berbagai cara engkau usahakan untuk memahamkan keluargamu agar bisa meyakini bahwa jodoh itu rahasia Allah. Aku tau, engkau sangat tidak ingin proses ini meninggalkan luka pada salah seorang keluargamu. Makanya engkau memintaku untuk bersabar agar bisa memberi pemahaman bahwa tidak akan ada aib dalam agama ketika mendahulukan pernikahan anak yang lebih dahulu menemukan jodohnya. Alhamdulillah, keluargamu menjadi lunak hatinya.
22 November 2004, pernikahan kitapun berlangsung khidmat dengan rasa syukur yang amat sangat meskipun dipihakmu hanya menggelar acara sederhana untuk menjaga perasaan kakak iparku. Ada air mata isterius yang kulihat mengalir dari mata Ibumu. Mungkin ada rasa haru disana. Ada rasa bahagia ketika engkau telah menemukan tambatan hatimu, atau mungkin juga rasa sedih ketika kau harus mendahului kakakmu.

Suamiku, proses menuju pernikahan kita memang tidak mulus.
Namun yang pasti, aku bahagia denganmu kini. Kegetolanku untuk segera menikah waktu itu, kubuktikan dengan kesetiaanku mendampingimu dalam keadaan manis pahitnya ekonomi keluarga. Meski pertengkaran antara kita tak jarang terjadi, baik pertengkaran kecil hingga pertengkaran besar. Mungkin engkau ingat ketika pintu perceraianpun sudah didepan mata. Tapi kita berdua bersyukur, kita mampu menjauhi segala campur tangan syaithan waktu itu.
Ternyata semua masalah bisa dihadapi selama masing-masing bisa menyadari bahwa tak seorangpun di dunia ini yang sempurna.
Semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Saling memahami adalah kunci.

Kini usia pernikahan kita baru akan memasuki tahun kesepuluh.
Alhamdulillah,3 orang putra-putri yang 'bawel' menambah banyak warna dalam keluarga.
Semoga sebagai istri dan Ibu, aku mampu membawa bahtera 'Bayti Jannati' ini berlayar utuh hingga menepi di pelabuhan "Mardhatillah" Insya Allah.
Suamiku, jangan sampai kau tutup pintu surga untukku.
Bimbing aku selalu untuk bisa menjadi pendamping hidupmu, dunia dan akhirat, aamiiiin