Sabtu, 12 April 2014

PERUBAHAN

Oleh: Meili Damiati

Berjalan...
Melihat...
Mendengar...
Memperhatikan...

Istiqomah
butuh tekad dan usaha
Istiqomah
butuh ilmu dan keyakinan

Kuberdiri
berusaha kokoh
tapi angin selalu tak mau diam
Ombak tak hendak henti menghempas

Aku goyang
Kadang terjatuh
Aku bangun
kemudian jatuh lagi

Terseok ku mengejar
menggapai ketertinggalan
dari mereka yang telah
jauh berjalan menuju Taman Impian

Ku mau berubah
bukan tidak istiqomah
Ku mau berubah
Untuk hidup yang lebih berkah

------------
Bkt, 120414

Rabu, 02 April 2014

AKU INGIN MENGENALMU LEBIH DEKAT LAGI

Oleh: Meili Damiati



Kututup pintu kamar dengan pelan. Tampak jagoan-jagoan cilikku sudah dua jam yang lalu terlelap. Segera lampu kumatikan.
Sambil meluruskan punggung di samping suami, aku usap lembut keningnya. "Yah, sudah ngantuk ya?" tanyaku pelan.
"Iya, Mi..." terdengar sahutannya setengah sadar.

"Yah... Umi boleh minta waktu setengah jam ga? Atau paling lama sejam deh ya..." rajukku.

"Buat apa siiih?" Suamiku masih belum membuka matanya. Aku tau, dia benar-benar mengantuk. Tapi kupikir kalo tidak malam ini, pasti aku harus menunggu satu minggu lagi. Besok pagi kan suamiku harus kembali bekerja ke kota Padang dan baru pulang lagi di akhir pekan.

"Yah..." aku berusaha membangunkannya dengan mempermainkan daun telinga dan mencium pipinya.

"Umi... besok kan Ayah mau puasa. Harus bangun pagi-pagi sekali. Mending kita tidur yuuk." Suamiku berusaha beralasan dengan nada suara yang semakin berat karena kantuknya yang teramat sangat.

"Duh Ayah, Umi cuma minta waktu sebentar saja kok."
 
"Besok pagi ya..."

"Besok pagi pasti kita ga ada waktu Yah. Kan memang sebaiknya waktu bercerita suami istri itu malam sebelum tidur, Yah." Ucapku meyakinkan.

"Gini lho Yah... Umi mau Ayah bercerita sedikit tentang pertama Ayah mengenal Umi. Umi sudah menulis kisah hidup keluarga kita. Tapi itu kan dari sudut pandang Umi. Jadi malam ini, Umi ingin mendengar cerita dari sudut pandang Ayah. Kapan Ayah mulai menaruh hati pada Umi? Bagaimana dulu cara Ayah meyakinkan Mami untuk bisa memberi izin Ayah menikah sementara kakak tertua belum menikah? Coba Ayah ceritakan ya... Umi ingin tau langsung dari Ayah."

Meskipun awalnya terlihat malas untuk mengorbankan jam tidurnya, akhirnya rasa kantuk suami hilang bersama penggalan kisah yang berhasil ia ungkapkan. Ku simak baik-baik kisah bersejarah itu.
Suamiku dulu adalah salah satu ustadz di Pondok Pesantren tempatku menimba ilmu.

Karena ilmunya dalam pengobatan herbal mencukupi, maka kedekatan kami terbangun ketika aku dulu sering sakit-sakitan. Mau tidak mau interaksi berjalan, pastinya tetap dalam koridor yang aman. Sama seperti yang kurasakan, waktu itu belum ada rasa spesial yang tumbuh di antara kami. Hanya sebatas ustadz muda dan santriwati

Hanya satu tahun kebersamaan kami di Pesantren. Karena ustadz muda ini harus melanjutkan kuliahnya di sebuah Universitas Islam Swasta di Yogyakarta sementara aku lulus di sebuah Perguruan Tinggi Negri di kota Bandung. Komunikasi diantara kami masih terjaga karena ia selalu menanyakan tentang kesehatanku. Sebagai wanita, wajar saja jika waktu itu aku merasakan punya tempat spesial di hatinya. Oh ternyata tidak baginya, perhatiannya itu karena memang sifatnya yang natural. Sudah begitu dengan siapa saja.

"Ooh gitu. Berarti selama ini memang Umi yang kegeeran ya karena perhatian yang pernah Ayah berikan?" selidikku.

Suamiku tersenyum. "Kan Ayah sudah bilang, dulu pas kuliah, Umi bilang mau lanjut S2. Sementara Ayah sangat ingin menjaga diri dengan menikah."

Aku dulu memang sempat menjalani ta'arruf dengan seorang aktivis dikampus Tapi karena ketidaksamaan visi misi, akhirnya ta'arruf berakhir.
Begitu juga dengan suamiku,
"Kebetulan dia dulu sekeretaris Ayah di organisasi. Kami merasa cocok. Dan Ayah pun sudah menghadap orangtuanya..."

"trus...trus...." cecarkan ingin tau.

"Ya, begitulah... karena dia orang Jawa dan Ayah Minang, banyak pertimbangan dari orang tuanya untuk meng iyakan. Lalu, datanglah surat dari Umi menanyakan. Ayah pun kaget. Padahal dulu Ayah menutup kemungkinan itu karena keinginan kuat Umi untuk bisa melanjutkan S2 dulu baru menikah, rasanya sia-sia jika Ayah berharap."

Aku terkekeh mengingat kembali keberanianku waktu itu.
Pikiranku mulai tertuju pada ustadz muda ini ketika Papa menanyakannya padaku. Ntahlah, sepertinya Papa sangat menyukai kepribadiannya. Karena memang menurutku dia orang yang baik, akupun mulai menanyakan langsung, apakah perhatiannya padaku selama ini adalah bentuk niatnya untuk menjadikanku belahan jiwa atau tidak? Jawaban pasti akan membuat langkahku kedepan menjadi tidak ragu. Alhamdulillah gayungpun bersambut.

Mengulangi sejarah perjalanan cinta sepasang suami istri adalah moment terindah yang sayang untuk dilewatkan. Seperti malam ini. Hanya butuh satu jam paling lama untuk memupuk subur kembali benih-benih cinta yang telah tumbuh di antara kami. Kini usia pernikahan kami baru akan memasuki tahun kesepuluh. Malam ini adalah malam bersejarah dalam proses saling mengenal antara aku dan suami.

"Kalau Umi ga berani menanyakan langsung, mungkin kita ga disini sekarang ya Ayah? ledekku.

"Ha..ha... itulah keajaiban jodoh, Umi. Kita harus yakin itu, perjalanan yang kita hadapi hanyalah proses menuju takdir itu."

"Iya, Ayah... tapi yang penting sekarang Ayah mencintai Umi kan?" Aku tau, ini pertanyaan gombal memang. Tapi naluri wanitaku sangat ingin mendengar jawabannya langsung dari mulut suamiku.

"Iya dong sayang... Umi bisa nilai sendiri dari apa yang telah Ayah lakukan untuk Umi dan anak-anak, kan..."

Aku mengangguk. Mengingat betapa tulusnya suami menyayangiku. Dengan kehadirannya yang hanya di akhir pekan, aku selalu merasakan tugas-tugasku menjadi ringan dengan kehadirannya. Selama keberadaanya di rumah, suamikulah yang selalu belanja kebutuhan dapur di pasar, menyuapi anak-anak makan, mengajak kami wisata alam, bahkan selalu menemaniku untuk memasak di dapur. Bagiku dan suami, dapur adalah salah-satu tempat bagi kami untuk menunjukkan kasih sayang.

"Terimakasih Ayah..." Kupeluk dirinya dengan segenap jiwa. Aku bahagia Allah telah menganugerahiku suami yang penyayang.

Aku tersenyum puas. Malam ini sangat berarti bagiku. Karena kubisa tau isi hati suamiku langsung dari cerita yang ia kisahkan,

"Semoga proses mengenal kita selalu berjalan setiap saat ya Ayah..."
Suamiku mengangguk. Sebuah kecupan hangatpun mendarat di keningku.
------------
Bkt, 250314