23 Oktober 2013
Alhamdulillah ku dapat artikel bagus yang bisa memperkuat niatku tuk menjadi Ibu rumah tangga profesional. memang profesi ini hampir bisa dibilang tidak dianggap, dan tidak sedikit orang yang mengernyitkan keningnya ketika mereka bertanya "kerja dimana sekarang?"ku jawab "Ibu rumah tangga"
komentar-komentar miring juga sdh biasa terdengar "Duh sayang bangett ya.. ilmu S1nya mau dikemanain?" kadang perih juga rasanya ketika orang tuapun tidak mendukung profesiku ini bahkan memberikan sindiran-sindiran halus yang mereka ga sadar membuat luka di hatiku.. " percuma sekolah tinggi-tinggi kalo ilmunya ga dimanfaatkan"Hufft.. ku hanya bisa ngurut dada dan komentar-komentar miring inipun semakin menguatkan tekadku untuk menjadi Ibu rumah Tangga Profesional.
Ma.. Pa.. anakmu kini mmg tidak memiliki karir gemilang, nama anakmu kini mmg tidak begitu harum terdengar seperti harumnya namaku dulu dgn prestasi-prestasi yang ku peroleh ketika masih sekolah dan kuliah.tapi inilah pilihanku... dengan begitu banyaknya peristiwa hidup yang ku lihat dan ku dengar serta yang ku rasakan membuat pilihan karir ku ku arahkan pada Profesi Ibu Rumah Tangga karena ku yakin Ibu Rumah Tangga adalah profesi wanita yang paling mulia diantara profesi lain.
Negara terbentuk dari masyarakat, masyarakat terbentuk dari keluarga. Jika keluarga rusak maka akan rusak negara, jika keluarga itu sehat maka sehatlah negara. Semua itu bersumber dari SEORANG IBU
( by:MeiLi Damiati.S.S)
ini lho Bu artikelnya. baca yuuks:
Peran Profesional Ibu Rumah Tangga
Sudah waktunya mengubah retorika jadi kenyataan. Harga seorang Ibu bagi
sebuah bangsa lebih penting dari profesi apa pun di muka bumi.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kaum perempuan negara kita umumnya hanya
memiliki satu macam profesi; yaitu menjadi istri dan ibu yang baik di rumah.
Kondisinya sudah jauh berbeda dengan sekarang, di mana bagi hampir setiap
perempuan telah tersedia dua alternatif profesi; menjadi ibu rumah tangga
atau berkarya langsung di tengah masyarakat.
Ternyata, pilihan kedua mendapat sambutan baik di mana-mana. Lingkungan
mendukung, media massa pun menyanjung. Akibatnya, lambat laun tumbuh opini
yang mengurangi nilai pada alternatif pertama. Semakin hari kian banyak
perempuan yang merasa kecewa, malu, atau setidaknya rendah diri hanya karena
mereka menjalani profesi sebagai ibu rumah tangga.
Urusan domestik rumah tangga dianggap orang urusan sepele, remeh dan
tak berharga. Lihat saja betapa murah orang harus membayar baby sitter
yang merawat dan mengasuh bayi sepanjang hari. Apalagi harga seorang pramuwisma.
Sungguh ini menggambarkan betapa rendah dan hinanya orang memandang urusan
domestik.
Pantas, jika ini membuat rendah diri kaum muslimah yang terpaksa harus
menjalani profesi ibu rumah tangga. Masyarakat memandang mereka sebagai
"biasa-biasa saja". Keluarganya sendiri lupa memberikan pujian
dan penghargaan, sementara dari diri sendiri tak ada upaya peningkatan
kualitas pribadi, sehingga kloplah semua itu menjadikan citra ibu rumah
tangga terpuruk dalam pojok-pojok kehidupan yang pengap.
Entah, siapa yang pertama kali mesti disalahkan. Masyarakat mungkin
juga salah, namun tak menutup kemungkinan kesalahan berasal dari kaum ibu
rumah tangga sendiri, yang kurang mampu memberikan nilai tambah pada peran
domestik mereka, selain hanya sebagai tukang masak, tukang cuci, dan tukang
setrika. Ditambah melahirkan dan merawat anak. Usai melakukan tugas-tugas
rumah tersebut, kebanyakan mereka manfaatkan waktu luang untuk hal-hal
kurang bermanfaat, seperti ngobrol, jalan-jalan di swalayan, tiduran atau
bahkan saling mencari kutu rambut dengan tetangga.
Akibatnya, orang menilai bahwa untuk pekerjaan rumah tangga hanya diperlukan
orang dengan kemampuan seadanya saja. Setiap wanita bisa melakukannya,
tanpa pendidikan sekalipun. Kalau begini saja sudah cukup, lantas buat
apa wanita harus berpendidikan tingi-tinggi?
Semestinya, dan ini baru mulai disadari oleh sedikit saja kaum perempuan,
potensi diri untuk menyelesaikan urusan domestik ini harus terus diasah.
Potensi sumber daya manusia(SDM)-nya ditingkatkan. Masih begitu banyak
nilai tambah yang perlu dihasilkan. Apa yang bisa kita lakukan untuk keperluan
itu?
Bukan Sekedar Tukang Sapu
Sesepele apakah sebenarnya urusan rumah tangga itu? Umumnya para suami
baru akan merasakan pentingnya urusan ini setelah istri mereka terpaksa
meninggalkan rumah. Ketika istri harus masuk rumah sakit, atau harus bepergian
selama berhari-hari, dan pekerjaan rumah tangga lantas terbeban ke pundak
suami, barulah mereka sadar betapa repotnya menyelesaikan urusan yang mereka
anggap remeh itu.
Secara umum, membersihkan rumah memang sebuah pekerjaan mudah. Untuk
menjadi penjaga kebersihan, seseorang tak perlu mengejar titel sarjana
lebih dulu. Namun, persoalannya akan menjadi lain jika urusan ini diprofesionalkan.
Keindahan dan citra seni harus ikut dipertimbangkan sebagai nilai tambahnya.
Dan, ini akan menjadi masalah besar manakala orang yang menanganinya tak
memiliki kreativitas tinggi. Rumah besar, rumah kecil, semua sama rumitnya.
Satu hal yang sering dilupakan orang, bahwa masalah kebersihan dan keindahan
rumah memberikan dampak psikologis yang cukup besar kepada penghuninya.
Menyejukkan pandangan, itu salah satu manfaat langsungnya. Dari sana akan
tercipta ketenteraman hati dan kedamaian perasaan. Pikiran yang semula
panas dan ruwet ketika masuk rumah bisa menjadi dingin dan tenang.
Jangan lupa, indra penciuman dan penglihatan turut memberikan kontribusi
ke otak. Pemandangan sejuk indah dan bau yang harum akan merangsang otak
untuk berinspirasi. Banyak ide brilian yang dimunculkan otak karena dukungan
lingkungan yang indah dan bersih. Sebaliknya suasana kotor dan pengap justru
membuat otak sumpek dan berhenti berpikir, bahkan cenderung mempermudah
munculnya amarah.
Dampak psikologis lain dari masalah kebersihan dan keindahan rumah adalah
pengaruhnya yang akan turut membentuk karakter penghuni rumah. Anak-anak
yang dibesarkan di rumah yang sehari-harinya bagai kapal pecah kelak akan
memiliki karakter seperti kapal pecah pula. Tidak pandai menghargai keindahan.
Dan ini bisa terbawa dalam cara ia berpikir, bekerja, hingga kelak berkeluarga.
Pekerjaan teknis rumah tangga ini bisa menjadi rutinitas belaka jika
ibu tak mampu menampilkan kreasinya. Ibu yang kreatif dan profesional tak
akan menyerah pada keterbatasan dana. Ada saja jalan yang ditemukannya
sendiri guna menciptakan suasana rumah yang damai dan penuh keindahan.
Nah, nilai tambah yang akan ibu berikan di sini tentu butuh perencanaan,
butuh waktu dan tenaga untuk merealisasikannya. Dan jika ibu serius dengan
urusan ini, maka nilai nominalnya tak kalah dengan mereka yang peroleh
gaji dari pekerjaannya di luar rumah.
Rumah yang mampu menyejukkan mata dan hati penghuninya, yang berfungsi
sebagai tempat istirahat bahkan juga sebagai tempat hiburan, sungguh akan
menjadi motivator yang sangat baik bagi penghuninya untuk berkarya. Sayang,
harga sebuah motivator seperti ini memang belum pernah disetarakan dengan
uang. Harga kebersihan dan keindahan rumah masih sering diabaikan. Padahal
jika hotel, resor, maupun tempat-tempat persewaan rapat yang menawarkannya,
maka dua hal ini akan dihargai jutaan rupiah!
Nilai Tambah Pendidikan Anak
Apakah anda merasa merawat bayi itu merupakan hal yang mudah? Mengganti
popoknya ketika dia pipis, menimangnya agar diam dari tangis dengan kata-kata
yang berakhlak, apakah itu pekerjaan yang remeh? Tentu saja tidak. Kedua
hal itu adalah upaya ibu memberikan rasa aman kepada bayi. Hanya bayi yang
memiliki rasa amanlah yang akan mampu mengembangkan kepribadian yang baik
pada dirinya kelak, hingga dewasa.
Tersenyum dan mengajak mereka tertawa, pun sepintas nampak seperti kegiatan
tanpa arti. Namun sadarkah ibu bahwa otak anak akan berkembang karenanya?
Perkembangan otak manusia, yang mencapai 50% hingga usianya yang kelima,
terbentuk dari sambungan antara saraf-saraf yang mengisinya. Kualitas sambungan
ini, akan menentukan kualitas otak seseorang.
Menurut para ahli, ternyata kualitas sambungan tersebut sangat dipengaruhi
oleh kebahagiaan yang dialami anak. Nah, ketika ibu mengajak tersenyum,
ibu telah membahagiakan mereka, berarti mengembangkan otaknya. Para ahli
juga menyimpulkan, bahwa bayi yang tak pernah diajak berkomunikasi dan
tersenyum akan mengalami keterbelakangan? bahwa semakin banyak kebahagiaan
yang diperoleh balita berarti semakin baik perkembangan otak mereka.
Sungguh harga perkembangan otak manusia tak bisa dinilai dengan uang.
Manfaatnya yang begitu vital bagi kehidupan manusia nyaris sama harganya
dengan nyawa manusia itu sendiri. Dan berapakah harga sebuah nyawa? Apalagi
jika pemilik nyawa itu berotak brilian, mungkin seluruh isi bumi inipun
tak cukup untuk mengganti harganya.
Artinya, harga sebuah senyuman yang ibu berikan kepada balita bisa mencapai
puluhan ribu, atau bahkan ratusan ribu rupiah, kalau mau dinilai dengan
uang. Atau mungkin jutaan hingga milyaran rupiah. Bisakah dibandingkan
dengan gaji berkarir yang hanya ratusan ribu atau jutaan rupiah per bulannya?
Itu baru persoalan senyum. Tak terhitung banyaknya nilai tambah yang
bisa ibu berikan untuk sang buah hati dalam bidang pengasuhan dan pendidikan.
Menyuplai ASI secara penuh selama dua tahun pertama kehidupan anak,
misalnya, pun memberikan kontribusi tak ternilai harganya bagi kesehatan
anak dan nilai ekonomis keuangan keluarga. Minimal tak memerlukan puluhan
ribu rupiah yang harus dibayar untuk penyediaan susu formula bayi per bulannya.
Lebih jauh lagi menghemat biaya pengobatan karena bayi lebih sehat. Dan
yang paling tak ternilai dengan rupiah adalah kenyataan bahwa ASI memberikan
dampak psikologis terbaik bagi anak, yang akan mempengaruhi pertumbuhan
kepribadiannya
Nilai tambah lain bisa ibu berikan dengan keahlian ibu dalam memberikan
pendidikan membaca lebih dini, misalnya. Atau keahlian meningkatkan ingatan
penglihatan, ingatan pendengaran, empati anak, penguasaan emosi diri yang
baik, hingga kesadaran berakhlak mulia sedini mungkin.
Jika ini dilakukan, kualitas anak akan jauh lebih baik nantinya. Masalahnya,
hanya ibu yang memiliki kesadaran, kefahaman, serta kemampuan memadai sematalah
yang mampu memberikan nilai tambah ini bagi putra-putrinya. Bagaimana dengan
kita?
Peningkatan profesionalisme: bagaimana caranya?
Bagaimana dengan pandangan masyarakat bahwa kaum ibu rumah tangga cenderung
abai pada masalah lingkungan dan masyarakatnya? Kenyataannya, memang masih
begitu banyak ibu yang tak ambil peduli situasi politik negaranya, acuh
pada kondisi lingkungan rumahnya, dan membebek saja dengan apa yang terjadi
di lingkungannya, tanpa mengambil peran aktif di dalamnya. Atau justru
mengambil peran sebagai pemberi kritik pedas pada kondisi sosial yang merugikan,
tetapi hanya sebatas gerutuan dan omelan.
Tahap pertama yang mesti dilakukan kaum ibu dalam meningkatkan nilai
tambah pada peran sosialnya adalah dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya
mengenai kondisi masyarakat dan lingkungannya. Fasilitas bukan masalah,
karena hanya dengan sebuah radio transistor mungil pun berita dunia sudah
dapat disimak. Apalagi yang memiliki parabola serta internet.
Kedua, ibu mengolah informasi yang masuk menjadi bekal untuk meningkatkan
cakrawala pengetahuan dan pemahaman terhadap beraneka permasalahan. Berikut
juga mengupayakan muncul ide-ide untuk turut mencari solusinya.
Ketiga, mengkaryakan diri secara aktif bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Forum majelis taklim dan PKK adalah contoh sederhana. LSM pun bisa menjadi
alternatif yang lebih jauh. Dengan cara ini, akan sangat banyak kontribusi
yang bisa diberikan seorang ibu rumah tangga bagi negara dan bangsanya.
Dapat dijadikan contoh adalah peran ibu-ibu rumah tangga di Jepang, di
mana mereka membentuk sebuah LSM, ternyata suara mereka sangat diperhitungkan
oleh pemerintah. Ini karena solid dan nyatanya kiprah mereka, sehingga
keberadaan mereka dirasakan adanya oleh masyarakat.
Bagi mereka yang belum sempat menjadi ibu, semestinya mencari bekal
ilmu terlebih dahulu mengenai bagaimana cara menjadi ibu rumah tangga yang
profesional. Di luar negeri sudah banyak lembaga yang membuka pendidikan
atau kursus 'parenting' atau 'kerumahtanggaan' semacam ini, yang menjadikan
kader mereka ahli dalam membina rumah tangga.
Di Indonesia ada sekolah kejuruan yang mendalami kerumahtanggaan. Tapi
banyak yang menilai, hasilnya sekedar menciptakan ahli masak, ahli menjahit,
namun tetap belum memahami hakikat sebuah pernikahan dengan segala permasalahannya.
Kini sudah waktunyalah ibu rumah tangga dipandang sebagai profesi yang
membutuhkan keahlian tinggi. Bukan hanya sekadar dalam retorika, tapi usaha
ke arah itu pun seyogyanya kita galakkan. Hari ini juga.·
copast dari: http://ukhuwah-i.tripod.com/kelu08.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar